PURWAKARTA – 1988, menjadi tahun yang bersejarah bagi Rahmat Junaedi atau akrab disapa Abah Uju. Pasalnya, kakek yang berusia 75 tahun tersebut, memutuskan untuk mengabdikan diri sebagai pegiat literasi.

Abah Uju, tinggal di pelosok desa. Tepatnya di Kampung Ngenol RT 10/03, Desa Gunung Hejo, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta.

Abah Uju menyeritakan, awal mula dirinya menjadi pegiat literasi dimulai dari tahun 1988. Makanya, tahun tersebut memiliki makna yang dalam baginya.

Sejak 1988 sampai saat ini, tepatnya sudah 35 tahun, Abah Uju konsisten melestarikan dan meningkatkan budaya baca di masyarakat. Karena perjuangannya itu, Abah Uju kerap menerima pengharagaan.

“Awal mulanya, Abah berkeliling untuk melestarikan budaya baca di desa, melalui perpustakaan saba desa yang didirikan oleh Abah,” ujarnya, Selasa 7 November 2023.

Dengan tas gendong usang dipunggungnya, saat itu Bah Uju berkeliling kampung dengan menggunakan sepeda sembari menawarkan buku dan majalah kepada warga.

Saat itu, dia tak bermaksud menjual buku tersebut. Melainkan mengajak warga disekitarnya untuk gemar membaca.

Memang, sebelumnya perjuangan dirinya dalam melestarikan budaya baca di masyarakat itu tak mendapat respon. Bahkan, kala itu dia sering mendapat cibiran dari warga yang rumahnya ia singgahi.

Padahal, kala itu niatnya hanya ingin mengajak masyarakat untuk membaca buku yang ia bawa. Ketimbang mengobrol tak jelas, lebih baik membaca buku. Namun, respon saat itu masih belum bagus.

Meskipun tak mendapat tanggapan yang positif dari warga, Abah Uju kala itu tetap percaya diri keliling kampung dengan membawa puluhan buku dan majalah.

Abah-Uju-Penggiat-Literasi-Disipusda-Kabupaten-Purwakarta

Abah Uju Penggiat Literasi Kabupaten Purwakarta

Dengan bermodalkan semangat yang tinggi, serta niat untuk beribadah, dirinya yakin suatu saat pasti akan ada pelanggan yang bersedia membaca buku bekasnya itu.

Alhasil, usahanya itu mulai mendapat perhatian ketika ada seorang pelajar putri meminjam majalah yang dibawanya itu. Meskipun, saat dikembalikan majalah tersebut tak lagi utuh. Pasalnya, ada sejumlah halaman yang sudah dalam keadaan tergunting.

“Karena niat Abah ibadah, jadi tidak marah saat majalah tersebut tak lagi utuh,” ujar Pria paruh baya yang merupakan pensiunan PTPN VIII ini.

Abah Uju pun kembali melanjutkan ceritanya. Saat itu, ia berkeliling kampung dengan bermodalkan 70 eksemplar buku dan majalah bekas. Tanpa pamrih, sepulang dari bekerja di perkebunan dia terus melakukan pendekatan kepada warga untuk menggemari kegiatan membaca.

Perjuangannya pun akhirnya membuahkan hasil. Tepatnya pada tahun 1990 lalu, Abah Uju lantas mendapat penilaian dari sejumlah mahasiwa dari universitas negeri terkemuka di Bandung yang saat itu sedang melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di desa tersebut.

Dengan diberi pengarahan dan bantuan berupa buku baru oleh mahasiwa itu, Abah Uju kemudian membuka taman bacaan di rumahnya. Adapun buku pemberian mahasiswa itu, saat itu berjumlah 600 eksemplar.

Namun, karena masyarakat di Gunung Hejo lebih berminat terhadap majalah, maka saat itu yang menjadi kendala utama adalah minimnya majalah yang di taman bacanya itu. Sehingga, dia berupaya mencari bantuan untuk memeroleh buku dan majalah.

“Salah satu cara untuk mendapatkan bantuan buku ini, dengan mengirim surat pembaca ke sejumlah perusahaan majalah dan koran. Ternyata, banyak yang merespon dan banyak yang mengirimkan bantuan buku serta majalah,” ujar ayah tiga anak itu.

Abah Uju menuturkan, sampai saat ini pihaknya masih berkeliling di desa-desa yang ada di Kecamatan Darangdan untuk menawarkan bacaan buku gratis. Namun, kini tak seperti dulu. Dia hanya berkeliling dua kali dalam sepekan, yakni setiap Sabtu dan Minggu.

Adapun rute dia berkeliling, yakni 10 dari 15 desa yang ada di Kecamatan Darangdan. Utamanya, di Desa Gunung Hejo dan Darangdan. Masyarakat di desa-desa itu telah menjadi langganan untuk meminjam buku dari Abah Uju.

“Pelanggan Abah, kebanyakan ibu rumah tangga dan pelajar dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai SMA,” ujarnya.

Desa yang paling jauh berjarak 15 Km dari rumah. Ya gitu, pakai sepeda. Buku dan majalah disusun di sepeda untuk kemudian ditawarkan untuk dibaca oleh masyarakat.

Dalam sekali jalan, Abah Uju mengaku, ia membawa sebanyak 70 buku dan majalah. Adapun waktu pengembalian untuk buku yang dipinjam oleh warga itu setiap satu pekan sekali. Untuk memudahkan pengambilannya, ia pun membentuk kelompok di setiap desa yang disinggahi.

“Jadi, bila saya keliling tinggal mendatangi ketuanya. Dan buku serta majalahnya, di estafetkan kepada pembaca melalui ketua kelompok itu,” imbuh dia.

***Abah Uju Memiliki 14.876 Koleksi Buku

Sampai saat ini, koleksi buku dan majalah bekas yang ada di perpustakaan mininya itu mencapai 14.876 eksemplar. Buku tersebut terkumpul berkat perhatian dari pemerintah, melalui perpustakaan daerah Jabar, kantor perpustakaan Purwakarta, dan para dermawan yang mau berbagi buku dan majalah dengan masyarakat Darangdan.

“Alhamdulillah, perhatian dari pemerintah sangat besar sekali. Dari mulai bantuan buku, hingga penambahan fasilitas lainnya pun dibantu. Tak hanya itu, beberapa waktu lalu saya pun diberi kesempatan oleh pak Bupati Dedi Mulyadi untuk berangkat umroh,” tegas dia.

Perhatian dari Pemkab Purwakarta untuk Bah Uju tak hanya sampai di situ. Selepas pensiun dari PTPN IIIV, ia pun lantas diberdayakan oleh pemerintah daerah menjadi tenaga harian lepas (THL) sampai saat ini untuk mendiami Galeri Wayang.

“Kalau jadi THL, itu saat Pak Asep Supriatna jadi Kepala Bidang Pariwisata. Beliau diperintahkan Pak Dedi Mulyadi saat menjabat bupati supaya menjadikan Abah THL. Itu sekitar 2016 akhir. Abah dengar, saat ini beliau yang menjadi Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan,” terang dia.

Dia menambahkan, saat ini ada kekhawatiran yang muncul dalam benaknya. Tak lain, berkaitan dengan minat baca masyarakat yang menurutnya cenderung menurun.

Menurut dia, sejak perkembangan teknologi yang semakin maju, penggemar baca buku pun semakin berkurang. Mungkin, lanjutnya, saat ini yang cenderung lebih diperhatikan itu adalah tayangan televisi, video, media sosial dan permainan elektronik anak-anak dalam gadget.

Dia khawarir, budaya membaca akan terlupakan oleh generasi muda. Apalagi, saat ini sedang trend fasilitas-fasilitas hiburan yang menggunakan jaringan internet.

Mengakhiri perbincangan, Abah pun mengaku punya cita-cita untuk membuat sebuah buku. Saat ini, dirinya sedang menyusun draf untuk bukunya itu. Buku yang akan ia buat berjudul ‘Mencari Ridho Allah Lewat Buku’.

Ayo ke Diorama !

Ingin tahu seperti apa isi Bale Panyawangan Diorama. Yuk kita ke Diorama Purwakarta dan Diorama Nusantara !