PURWAKARTA – Meeting atau rapat di aula hotel mewah, di aula rumah makan bintang lima atau di gedung serba guna destinasi wisata unggulan, rupanya sudah tak asing lagi bagi ASN. Termasuk di lingkungan Pemkab Purwakarta.

Pasalnya, sampai saat ini masih banyak kegiatan-kegiatan dinas yang melibatkan ASN, digelar di tempat-tempat tersebut. Bahkan, sampai harus menginap berhari-hari di luar kota.

Namun, kondisi berbeda terjadi di lingkungan Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Purwakarta. Kegiatan dengan tema Peer Learning Meeting dan Stake Holder Meeting, justru dilakukan di sebuah kampung di Kaki Gunung Burangrang.

Padahal, rapat tersebut dihadiri pihak-pihak penting. Seperti, pegiat literasi dari Kabupaten Purwakarta, Sukabumi dan Indramayu. Kemudian, dari pihak akademisi dalam hal ini STIE Syariah Purwakarta, serta para Kepala Dinas dan yang mewakilinya.

Kenapa meeting sepenting ini, dipilih di peloksok kampung yang jauh dari hingar bingar kota dan makanan minuman mewah. Ternyata ini alasannya!

Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Purwakarta, Asep Supriatna, mengatakan, dua hari ini instansinya menggelar kegiatan tahunan tersebut. Pasalnya, meeting ini merupakan bagian dari tahapan kegiatan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial (TPBIS).

“Kalau isilah kerennya adalah meeting, tetapi bagi kami yang tinggal di tanah sunda ini adalah “kumpul ngariung bongok ngaronyok” yang artinya duduk bersama untuk bertukar pikiran supaya ada solusi demi hal yang lebih baik lagi,” ujar Asep, Jumat 17 November 2023.

Kegiatan Peer Learning Meeting dan Stakholder Meeting Disipusda Purwakarta dilaksanakan di kaki Gunung Burangrang

Apakah meeting di kampung membuat malu? Tentu tidak, lanjut Asep. Lantaran, kegiatan ini sebagai bentuk implementasi keberpihakan pada ekonomi kerakyatan.

Dua hari ini, instansinya meeting di Kampung Tajur, Desa Pasanggrahan, Kecamatan Bojong. Di tempat inilah, ide dan gagasan bisa tercetus dengan baik.

Karena, udaranya sejuk, pemandangannya sangat asri, makannya juga higienis dan organik karena diolah dari tangan-tangan orang kampung yang belum mengenal zat pengawet.

Bahkan, para undangan bisa duduk sejajar, tenang dan juga santai, sejuk di bawah pohon, menyatu dengan alam. Sehingga, suasana mencair secara kekeluargaan dan lebih hidup.

“Dengan kondisi fresh seperti ini, maka gagasan-gagasan brilian bisa hadir. Tanpa harus mewah, kita semua bisa menghasilkam ide dan gagasan yang luar biasa. Kan seru, di tengah -tengah rapat ada suara burung, tonggeret, ayam dan kucing berkeliaran” ujarnya.

Mengenai Kampung Tajur, pihaknya ingat betul kampung ini sengaja dibentuk oleh Pemkab Purwakarta yang saat itu dipimpin oleh Bupati Kang Dedi Mulyadi.

Kampung ini, menjadi magnet wisata di Kecamatan Bojong. Apa yang dijualnya? Yaitu, cara hidup di pedesaan dengan segala sesuatunya yang serba natural.

Termasuk rumah-rumah panggung yang diseragamkan ini, merupakan sentuhan dari Pemkab Purwakarta. Namun, sayang hari ini bangunan rumahnya sudah banyak yang perlu perawatan.

Di kampung ini pula, wisatawan di ajak menginap (home stay), di ajak hidup didesa, termasuk diajak sama pemilik rumah untuk ke sawah atau ke ladang.

“Dan ini, banyak disukai oleh wisatawan-wisatawan dari Jakarta. Dari sekolah berbasis boarding school, ternyata tujuan wisatanya adalah ke kampung. Dan mereka sangat heppi,” ujarnya.

Dari wisatawan ini, penduduk kampung mendapatkan uang atas jasa yang mereka berikan. Lantas uang itu, berputar karena warga desa membelanjakannya ke warung, ke pasar desa dan lainnya. Jadi uang itu berputar di wilayah Purwakarta.

Berbeda jika kegiatan seperti meeting dilakukan di hotel dan di luar kota. Uangnya hanya dinikmati sama wilayah yang jadi tujuan saja.

Kalaupun rapatnya di hotel yang ada di Purwakarta, memang ada yang masuk ke kas daerah dan bisa untuk pembangunan melalui pajak hotel dan pajak restoran. Ujungnya memang ke masyarakat, namun prosesnya itu lama karena melalui mekansime APBD,” tuturnya.

Karena itu, implementasi ekonomi kerakyatan yang riil yaitu langsung tepat sasaran ke masyarakat. Dengan demikian, sudah seharusnya OPD-OPD mengubah cara pandang tentang konsep ekonomi kerakyatan.

“Saya mohon maaf, kalau acara yang penting ini digelar di perkampungan. Namun, ini cara saya mengajak para pegawai di lingkunga Dinas Arsip dan Perpustakaan untuk semakin melek dan peka akan kecintaan kita kepada Purwakarta,” jelas Asep.

Ayo ke Diorama !

Ingin tahu seperti apa isi Bale Panyawangan Diorama. Yuk kita ke Diorama Purwakarta dan Diorama Nusantara !