PURWAKARTA – Kabupaten Purwakarta, merupakan salah satu daerah terkecil kedua di Jawa Barat. Dulu, masyarakat sering salah mengasumsikan wilayah ini. Mereka berpikir jika Purwakarta adalah Purwokerto yang ada di Jawa Tengah.

Asumsi itu tentu saja keliru. Pasalnya, Purwakarta merupakan kabupaten yang ada di Jawa Barat. Lokasinya, tentu saja berbatasan langsung dengan Kabupaten Karawang, Subang, Bandung Barat dan juga Cianjur.

Popularitas Purwakarta kian melejit, sejak wilayah ini dipimpin oleh Bupati yang bernama Dedi Mulyadi. Pembangunan saat itu kian pesat.

Salah satu yang kini membuat Purwakarta semakin terkenal adalah Taman Air Mancur Sri Baduga Maharaja yang ada di Situ Buleud.

Taukah anda, dibalik terkenalnya Kabupaten Purwakarta sejak zaman Bupati Dedi Mulyadi hingga saat ini, ada sosok putra daerah yang turut berkontribusi terhadap pembangunan wilayah ini.

Siapakah dia? Ya, dia adalah H Asep Supriatna S.IP, S.AN, M.M. Asep Supriatna atau akrab disapa Kang Asep, merupakan sosok pejabat asli dari Purwakarta.

Asep Supriatna, pria kelahiran 18 Desember 1979. Dia merupakan bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Danu (Alm) dan Hj Wati yang akrab disapa Abu.

Asep Supriatna lahir dari pasangan petani yang tinggal di Kelurahan Munjul Jaya, Kecamatan Purwakarta. Adapun kampungnya ini, berada di ujung timur kelurahan tersebut.

Asep Supriatna, sejak duduk di bangku SMA kemudian melanjutkan ke Universitas Padjajaran (Unpad) memang sudah sangat vokal dan kritis. Bahkan, kecerdasannya terlihat di usia remajanya.

Asep kuliah mengambil jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Unpad kampus Jatinangor, Sumedang.

Sejak kuliah, dia merupakan mahasiswa yang aktif. Bahkan, menjadi penginisiasi lahirnya organisasi kedaerahan atas nama mahasiswa asal Purwakarta, saat itu dinamakan Ikawatama.

“Saat kuliah, saya sering melakukan kajian-kajian atau diskusi dengan mahasiswa lainnya asal Purwakarta. Kemudian, kita beraudiensi dengan Pemkab Purwakarta dan DPRD saat itu,” ujar ayah empat anak ini.

Berangkat dari situ, arah pemikiran Asep sudah terfokuskan. Yakni, ingin berkontribusi untuk tanah leluhurnya yaitu Kabupaten Purwakarta.

Sehingga, semesta mewujudkan keinginannya itu dengan sekarang menjadi seorang birokrat yang cukup populer dan pemikirannya sederhana serta mengusung konsep kesundaan.

Kini, Asep Supriatna menjadi nahkoda dalam perahu OPD yang dinamakan Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah (Disipusda) Kabupaten Purwakarta.

**Saat Kecil Bercita-Cita Jadi Kernet Angkot Sudah Dewasa Jadi Kernet Kang Dedi Mulyadi Kini Jadi Sopir OPD**

Asep Supriatna menuturkan, masa kecil sampai dewasa hidupnya tidak ada spesial. Bahkan, jauh dari kemewahan. Hal itu, karena kedua orang tuanya adalah petani.

Ada kebiasaan almarhum bapanya, yang sering mengajak Asep ke pasar. Ke pasar itu bukan untuk berbelanja, baju atau lainnya.

Melainkan, untuk berjualan hasil pertanian. Sebab, bapanya yakni Alm Pak Danu merupakan petani kreatif.

Sawahnya tak hanya ditanami padi. Melainkan tumpang sari dengan tanaman lainnya. Sehingga saat tanaman tumpang sarinya panen, seperti terong, kacang panjang dan timun, maka akan dijual ke Pasar Leuwi Panjang atau Pasar Senen.

“Saya sama Bapa, jalan kaki dari rumah menuju Pasar Leuwi Panjang yang jaraknya bisa sampai 5 kilometer,” ujarnya.

Bagi Asep, perjalanannya ke pasar itu sangat istimewa. Dan merupakan sarana piknik bagi anak seusia 4 atau 5 tahun saat itu.

Apalagi, lanjut Asep, ketika jualan bapanya laku semua, maka bapanya akan memberi hadiah. Tak lain dan tak bukan, hadiahnya yaitu naik angkot menuju rumahnya.

Bagi Asep kecil, naik angkot adalah sesuatu yang keren. Bahkan, dia terpesona dengan sosok kernet angkot.

Saat itu, Asep yang pernah menjabat sebagai Kabid Pariwisata, Camat Jatiluhur, Kepala BKPSDM dan Kepala Bapenda ini, menilai kernet hidupnya enak. Banyak uangnya dan setiap hari naik turun mobil (angkot).

“Makanya, cita-cita saya saat kecil ingin jadi kernet angkot. Alhamdulillah kesampaian, tetapi saya menjadi kernetnya Kang Dedi Mulyadi yang saat itu menjabat Ketua Komisi E DPRD dan Wakil Bupati,” ujar Asep dengan terkekeh.

Berangkat dari keinginannya itu, Asep kecil hingga menjadi mahasiswa tekun belajar. Supaya, kehidupannya berubah. Dia ingin membahagiakan orang tuanya yang murni petani.

Apalagi, sejak bapanya berpulang sedari Asep masih duduk di kelas 3 SD, dia mendapat kasih sayang dari sosok Abu (ibu) dan juga kedua kakaknya. Bahkan, Abu terus mendampinginya sampai Asep lulus kuliah dan menjadi sarjana.

Bagi Asep, doa dan cucuran air mata serta keringat orang tuanya, telah mengantarnya pada gerbang kesuksesan. Apalagi, perubahan hidupnya terasa ketika jalannya bertemu dengan Kang Dedi Mulyadi.

Dari pemikiran antara Asep dan KDM ngeklik atau satu frekuensi. Ada kesamaan di antara keduanya. Yakni, sama-sama lahir dari keluarga sederhana, bukan anak gegeden (orang kaya atau bangsawan). Serta, sama-sama menganut pola pikir dan filosofi orang sunda.

Sehingga, budaya sunda menjadi landasan pembangunan saat Kang Dedi Mulyadi menjabat Bupati Purwakarta. Serta, saat itu Asep Supriatna sudah menjadi PNS atau abdi negara.

Ikatan emosi keduanya kian terbangun sejak tahun 2000 sampai saat ini. Bahkan, saat ini tiada hari tanpa diskusi di antara keduanya.

“Bagi saya Kang Dedi itu, bukan sekedar pimpinan, melainkan Kang Dedi adalah sosok sahabat, orang tua dan juga guru kehidupan saya,” ujarnya.

Karena itu, di setiap dinas yang dipimpin Asep Supriatna, akan terasa sentuhan-sentuhan pemikiran Kang Dedi Mulyadi yang teraplikasikan dalam kinerja atau produk pembangunannya.

Ayo ke Diorama !

Ingin tahu seperti apa isi Bale Panyawangan Diorama. Yuk kita ke Diorama Purwakarta dan Diorama Nusantara !