Kerajinan keramik khas Plered, ternyata jauh lebih lama termasyhur sebelum terbentuknya Kabupaten Purwakarta. Hal itu terungkap dari sejarah tentang awal mula kerajinan berbahan dasar tanah liat ini berkembang di daerah tersebut.

Staf UPTD Litbang Keramik Plered Jujun Junaedi bercerita mengenai asal-usul keramik khas Plered. Merujuk dari sejarahnya, kerajinan keramik itu pertama kali masuk ke Kecamatan Plered sekitar tahun 1904. Awalnya, kala itu ada seorang warga yang membuat suatu benda dari segumpal tanah dan dapat difungsikan. Sebut saja di antaranya, menjadi pot bunga.

“Dulu, pertama kali dibuat bahan keramiknya itu dari tanah putih,” ujar Jujun kepada wartawan, belum lama ini. Penemuan dari warga itu pun, lanjut dia, akhirnya menjadi buah bibir. Hingga pada akhirnya, banyak yang mulai tertarik membuat kerajinan tersebut. Seiring berjalannya waktu, kerajinan dari tanah ini banyak diminati masyarakat khususnya mereka yang bermukim di Desa Anjun. Hingga pada akhirnya, dibangunlah sebuah gedung menyerupai pabrik yang berlokasi di Jalan Raya Plered atau tak jauh dari jembatan rel kereta api. Di awal-awal penemuan keramik, kata dia, memang belum banyak masyarakat yang begitu tertarik dengan kerajinan yang terbuat dari tanah itu. Namun, setelah adanya gedung dan telah dilakukan penelitian yang menyatakan jika tanah liat asli Plered bisa digunakan untuk membuat keramik, kemudian warga mulai tertarik membuatnya.

Perlahan tapi pasti, gedung yang digunakan masyarakat untuk membuat kerajinan keramik itu mulai berkembang. Alhasil, tahun 1950-an, bangunan yang menyerupai pabrik itu diresmikan oleh Wakil Presiden RI pertama, Mochammad Hatta sebagai sanggar belajar bagi perajin keramik. “Iya bangunan itu diresmikan oleh Pak Hatta Wakil Presiden RI pertama sekitar tahun 1950 sebagai tempat sanggar para pengrajin pemula warga sekitar,” kata Jujun. Hingga 2023 ini, bangunan tersebut masih berdiri kokoh.

Meski keberadaannya kini sudah tidak tidak sebagus tempo dulu, namun para pengrajin masih tetap mempertahankan membuat keramik secara manual di lokasi itu. Dari dekat, tampak depan bangunan bagian atas membentuk dinding tinggi bertuliskan ‘Induk Perusahaan Keramik Plered’. Sementara, pada bagian belakangan bangunan terdapat dua cerobong asap menjulang setinggi kurang lebih 5 meter. Di bawahnya, ada enam tungku perapian tempat pembakaran gerabah di bangun oleh orang asing. “Gedung tua itu merupakan gedung paling bersejarah atas perkembangan keramik di Plered. Bangunan ini masih asli, tidak berubah. Saat ini, pengelolaan gedung itu di bawah Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” kata dia. Dia pun menceritakan awal mula kerajinan gerabah khas Plered ini bisa Go Internasional. Dulu, seingat dia, pengelola gedung produksi ini sempat mendapat bantuan mesin buatan Jerman sebagai mesin penghalus tanah liat. Setelah itu, produksi gerabah meningkat hingga bisa menyuplai ornamen kegiatan internasional di Jakarta. Salah satunya, lanjut dia, membuat gentong dan jolang besar berukuran tinggi 170 cm dan diameter 150 cm untuk dikirim ke Jakarta pada momen Game of The New Emerging Force (Ganefo) yang digagas Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno pada 1963. “Sejak saat itu, kerajinan keramik Plered semakin dikenal hingga ke mancanegara. Keramik ini sebagian besar merupakan mata pencaharian warga Desa Anjun. Ini warisan nenek moyang yang harus kita jaga keasliannya,” ujar Jujun.

Dengan kata lain, sebagian besar masyarakat Desa Anjun sudah puluhan tahun dan telah turun-temurun menggeluti kerajinan tangan berbahan dasar tanah liat ini sebagai mata pencaharian keluarga mereka. Tak heran, saat ini di sepanjang Jalan Raya Anjun Purwakarta mulai pertigaan Cianting hingga eks Pasar Plered berjejer pertokoan yang menjajakkan keramik Plered dengan berbagai desain unik dan menarik. Bahkan, di sekitar jalan raya Anjun banyak tempat produksi atau pabrik pembuatan keramik milik warga setempat. Soal kualitas, jangan ditanya. Karena, saat ini kualitas keramik Plered telah diakui bukan hanya di Indonesia, tapi juga hingga mancanegara. Sampai saat ini, ratusan ribuan keramik yang telah dieskpor ke berbagai negara di Benua Asia, Amerika, dan Eropa membuktikan jika kualitas keramik Plered tak bisa dipandang sebelah mata. Terkait hasil kerajinan kriya masyarakat di wilayah ini, sambung dia, itu terbagi menjadi tiga jenis produk keramik. Yakni, keramik kontruksi, yang terdiri dari genteng, loster, bata merah dan lain-lain.

Kemudian, keramik tradisional terdiri dari pot, kendi, ulekan serta pendil. Serta, keramik hias dan fungsi. Sampai saat ini, pasar ekspor untuk kerajinan kriya khas Plered menunjukan tren yang positif. Adapun kerajinan kriya yang banyak diekspor itu mayoritas merupakan keramik hias dan vas fungsi. Sebagai contoh, sepanjang tahun 2022 kemarin saja misalnya, Purwakarta kembali mengirim sekitar 11 kontainer keramik berbagai jenis ke berbagai negara.

Sementara itu, merujuk pada catatan yang ada di dinas terkait, Kabupaten Purwakarta sebenarnya sudah menjadi eksportir keramik sejak dekade 80-an. Dengan kata lain, kemasyuran produk kerajinan kriya ini banyak digemari warga asing sejak dulu. Dengan begitu, saat ini potensi ekspor keramik asal Plered cukup menjanjikan. Apalagi dari data yang ada, ekspor keramik Purwakarta bisa mencapai 400 sampai 1.000 kontainer per tahunnya dengan omzet mencapai Rp1-3 miliar per kontainernya.

Adapun jumlah pelaku usaha keramik Plered, yang saat ini masih ada tercatat sebanyak 264 warga dengan jumlah pekerjanya mencapai 3.000 orang. Produk keramik ini, di antaranya vas bunga dan keramik hias. Sedangkan, untuk kategori industrinya, meliputi produk bata dan genteng. Untuk central produksinya, itu meliputi wilayah Citeko, Citalang, dan Tegalwaru dengan jumlah pekerjanya mencapai 40 ribu orang dari 400 pengusaha.

sumber

Ayo ke Diorama !

Ingin tahu seperti apa isi Bale Panyawangan Diorama. Yuk kita ke Diorama Purwakarta dan Diorama Nusantara !